Majelis Sabilillah- Ini kisah yang bisa di percaya bahwasanya ada seorang Kyai yg bernama Mbah Kyai Thoyib (ada yg mengatakan beliau dari Bugul Pasuruan) beliau seorang kyai sepuh guru dari KH Abdullah Hunain Lekok, dan KH Abdul Hamid Pasuruan pun bertabarukan berguru kepada Mbah Kyai Thoyib.
Suatu ketika Mbah Kyai Thoyib bermimpi bertemu dengan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari padahal beliau sudah wafat, dalam mimpi tersebut Mbah Kyai Hasyim Asy’ari tiba2 jejek (menendang) dada Mbah Thoyib dengan kerasnya. Setelah kejadian mimpi tersebut dgn kuasa Allah SWT segala ilmu oleh Allah seakan akan di tuangkan kepada beliau, dan beliau diberi kemudahan memahami dan menghafal banyak kitab.
Menurut almarhum KH Ishaq Lathif beliau dari almarhum KH Shobari bahwasanya Mbah Kyai Hasyim Asy’ari beliau telah mengaji satu kitab yaitu kitab Fathul Qorib sebanyak 41 kali. Artinya berapa banyak ulama yang telah di datangi Mbah Kyai Hasyim hanya untuk belajar satu kitab saja, mungkin 25 Ulama, 35 Ulama atau mungkin 41 ulama hanya untuk belajar satu kitab yaitu Fathul Qorib.
Sangat jarang sekali, apalagi di zaman ini orang yg mau menghatamkan suatu kitab sampai berkali2 bahkan berpuluh2 kali dgn guru yg berbeda2 pula. Padahal kita jika sudah hatam satu Kitab Pada Kyai A, B dan C, sudah hatam satu kitab tiga kali pada tiga orang ulama kita sudah merasa cukup dan selanjutnya hanya tinggal di mutholaah dan dihafalkan saja.
Hal tsb tidak berlaku bagi Mbah Kyai Hasyim Asy’ari, beliau tidak hanya mengejar ilmu tapi juga mengejar Barokah dari banyaknya guru2 beliau tersebut. Semakin banyak belajar kepada ulama maka otomatis semakin banyak pula barokah yg Insya Allah di dapat.
Diceritakan konon bahwasanya KH Hasyim Asyari saat mengajar santri2nya di Pesantren Tebuireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fathul Qarib yg dikarang oleh Syaikh Nawawi. Kenangan terhadap gurunya itu amat mendalam di hati KH Hasyim Asyari hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia ajarkan pada santri2nya.
Mbah Kyai Hasyim adalah pribadi yg tekun, semangat dalam belajar, kuat dalam riyadhoh (tirakat) untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di tengah2 kesibukan menuntut ilmu, beliau menyempatkan diri berziarah ke tempat2 mustajab, seperti Padang Arafah, Gua Hira, Maqam Ibrahim, juga termasuk ke makam Rasulullah SAW.
Setiap Sabtu pagi beliau berangkat menuju Goa Hira di Jabal Nur, kurang lebih 10 km. di luar Kota Mekkah, untuk mempelajari dan menghafalkan hadis2 Nabi.Setiap berangkat menuju Goa Hira, Kiai Hasyim selalu membawa al-Qur’an dan kitab2 yang ingin dipelajarinya. Jika hari Jumat tiba, beliau bergegas turun menuju Kota Mekkah guna menunaikan salat Jumat di sana.
Di ceritakan oleh Agus M Zaki cucu Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, ketika selesai mengisi pengajian di Mojokerto, saya dapat kisah tentang kyai Hasyim Asy'ari. Setelah mengkhatamkan kitab Bukhari - Muslim dan menerima sanadnya, beliau dengan berbekal segenggam beras, menyepi digua Hira dan membaca kedua kitab itu selama 41 hari. Ternyata belum sampai 41 hari, beras sudah habis. Akhirnya beliau mencuil sedikit lembaran2 kitab Bukhari Muslim yg dibacanya sebagai ganti beras yang telah habis.
Mbah kyai Hasyim Asy’ari ketika mondok beliau makan nasi aking (karak) lalu beliau bungkus pakai kain lalu di gantung di kamarnya. Setiap kali beliau mau masak beliau ambil lidi beliau tusuk bungkusan nasi aking tersebut , nasi aking yg keluar karena di tusuk itulah yg di masak buat makan untuk hari itu. Seandainya tidak beruntung nasi aking yg di tusuk tidak keluar berarti hari itu tidak makan.
Nabi Khidir AS, dikisahkan pula bahwanya suatu ketika ada seseorang di jalan yang sangat yg tubuhnya kotor dan di penuhi penyakit menjijikkan meminta gendong kyai Amin Imron, minta digendong ke gerbang pondok, tapi kyai Imron menolaknya karena merasa jijik. Akhirnya orang tsb meminta tolong kyai Hasyim yang waktu itu kebetulan ada disitu. Tanpa merasa jijik kyai Hasyim menggendong orang tersebut sampai ke gerbang pondok. Sesampainya digerbang pondok orang itu turun dan sebelum pergi orang itu menyatakan bahwanya jika dirinya itu adalah Nabi Khidir. kejadiantersebut dibenarkan oleh Mbah Kyai Kholil, jika orang tersebut memang benar Nabi Khidir.
Nabi Khidir sendiri merupakan guru spritual dari para wali2Nya Allah di muka bumi ini, biasanya orang2 sholeh bertemu dengan Nabi Khidir mereka hanya bisa berjabat tangan. Tetapi yg terjadi dgn Kyai Hasyim, Nabi Khidir sendiri yg meminta untuk di gendong, ini merupakan suatu bentuk keistimewaan/penghormatan (suatu hal yang jarang terjadi) Nabiyullah Khidir minta di gendong. Tentunya karena adanya perhatian yg lebih dari Nabi Khidir kepada Kyai Hasyim dan juga merupakan salah satu cara Allah untuk memuliakan beliauKyai Hasyim.
Kejadian tsb mengisyaratkan bahwanya jika Kyai Hasyim adalah seorang pilihan yang memiliki maqom (kedukan) yg tinggi baik secara keilmuan dan spritual. Kelak akan menggendong (menjadi bapak) pemuka (muqoddam) bagi umat Islam di Indonesia. Dan itu pun terbukti dgn beliau mendirikan organisasi Nahdlotul Ulama (NU) pada tahun 1926 M yg merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan terbesar di dunia.
Beliau pun satu2nya ulama yg mendapatkan gelar dari para ulama sebagai Raisul Akbar (Pimpinan terbesar)Nahdlotul Ulama (NU), setelah beliau tidak yg memakai gelar tsb. Bahkan dalam fakta sejarah tahun 1942 dari pemerintahan Jepang waktu di Indonesia, disitu tertuliskan bahwasanya ada kurang lebih 25.000 (dua puluh lima ribu) ulama atau kyai seluruh Indonesia bahkan ada yg dari luar negeri pernah berguru kepada KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Oleh sebab itu para ulama juga menggelari beliau dgn gelar Hadratus Syaikh (Maha Guru yg Mulia).
Mbah Kyai Kholil Bangkalan gurunya, yang dianggap sebagai pemimpin spiritual (Qutub) para kyai di tanah Jawa sangat menghormati Kyai Hasyim. Dan setelah Kiyai Kholil wafat, banyak para ulama yg mengatakan KH. Hasyim-lah yang dianggap sebagai pemimpin spiritual (Qutub).
Maka tidaklah heran jika banyak diantara santri2 yg telah belajar bertahun2 kepada Mbah Kyai Kholil bahkan santri2 tersebut banyak diantaranya merupakan teman dari bah Hasyim tidak jarang usianya lebih tua dari beliau, setelah mereka belajar dari Mbah Kholil Bangkalan banyak yg melanjutkan di makkah selama bertahun2.
Setelah mereka pulang ke Indonesia mereka masih menyempatkan diri untuk belajar lagi kepada Mbah Kyai Hasyim Asy’ari. Hal tsb juga di lakukan oleh ulama dan kyai2 lainya setelah lama belajar di Makkah, mereka pulang ke Indonesia mereka masih belajar lagi kepada Mbah Kyai Hasyim Asy’ari.
KH Zubair Umar al Jailani Salatiga Jawa Tengah beliau adalah salah satu murid dari Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, setelah belajar kepada Mbah Kyai Hasyim Asyari Kyai Zubair melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Makkah. Mbah Kyai Hasyim berpesan kepada Kyai Zubair untuk mendalami hadits setibanya di Makkah tetapi beliau lebih tertarik untuk memperdalam Ilmu Falak yang telah beliau dapatkan dari Mbah Kyai Hasyim.
Keinginannya Kyai Zubair untuk mendapatkan guru Ilmu Falak seperti Mbah Kyai Hasyim Asyari Tebuireng di Makkah al-Mukarramah kandas. Karena saat test berlangsung, di ketahui bahwa Ilmu beliau dalam hal falak telah jauh diatas guru yg ada di Makkah sehingga yg terjadi guru tersebut justru yg belajar kepada Kyai Zubair
Kemudian beliau meninggalkan Makkah dan menuju ke Madinah untuk menemui ahli falak disana. Namun saat di Madinah, beliau juga tidak mendapatkan guru yg diharapkan seperti Mbah Kyai Hasyim Asyari masih belum ketemu. Kemudian beliau di sarankan untuk pergi ke Syiria (Damaskus). Sesampainya di Syiria, hasilnya tetap sama. Hingga ahirnya beliau melanjutkan perjalanan ke Palestina. Dan harapan beliau untuk bertemu ahli falak disana juga masih belum terpenuhi.
Baru kemudian beliau disarankan untuk menemui seorang guru di Al-Azhar waktu itu rektornya dipegang oleh Syekh Musthafa al-Maraghi. Disinilah beliau bertemu dgn ulama yang beliau harapkan yaitu Syeikh Umar Hamdan al-Mahrasi (w.1949) dgn kitab kajian al-Matla’ al-Sa’id karya Husain Zaid al-Misri dan al-Manahij al-Hamidiyah karya Abdul Hamid Mursy. Data astronomis yg digunakan kitab al-Khulasah al-Wafiyah sama dgn data yg ada pada kitab al-Matla’ al-Sa’id, tetapi menggunakan epoch (mabda’) Mekkah, karena kitab tsb dikonsep ketika KH. Zubair bermukim di Makkah.
Menurut catatan sejarah bahwasanya Syeikh Umar Hamdan al-Mahrasi merupakan salah satu murid dari Mbah Kyai Hasyim Asy’ari, karena Mbah Kyai Hasyim Asy’ari sendiri juga pernah mengajar di masjidil harom.
Al-Habib Sayyid Muhammad Asad Syihab seorang jurnalis asing dari Timur Tengah yang masih termasuk kakek buyut Prof. Dr. Muhammad Quraisy Shihab, penulis biografi yang luar biasa. Di tangan beliau pulalah lahir sebuah buku sangat monumental berjudul : “Allamah Muhammad Hasyim Asya’ari wadhiu Libinati Istiqlali Indonesi” (Maha guru Muhammad Hasyim Asy'ari Peletak Batu Pertama Kemerdekaan Indonesia). Sebuah buku berbahasa Arab yg di terbitkan di luar negri oleh Percetakan Beirut Libanon.
Hadratus Syaikh termasuk idola saya, bagi saya Hadratus Syaikh memang lain beliau betul2 Maha Kyai (Al-allamah). Menurut Sayyid Muhammad Asad Syihab "selama ini saya lebih mengenal Hadratus Syaikh lewat tulisan2 beliau sendiri, dari kisah penuturan para Kyai yg menangi (sezaman) yg bertemu dan mengenal beliau.
Risalah kecil Sayyid Muhammad Asad Syihab ini bagi saya sendiri mungkin meneguhkan atau melengkapi gamabaran tentang Hadratus Syaikh : seorang Maha Kyai dalam arti yang sebenar2nya sekaligus pejuang bangsa. Beliau tidak hanya memiliki kedalaman ilmu dan tanggung jawab pengamalan serta penyebaranya namun juga keluasan wawasan dan pandangan yg hampir tidak di miliki oleh sembarang Kyai.
Para Kyai dan ulama di Indonesia sangatlah wajar jika menghormati beliau sebagai Raisul akbar (pemimpin agung/tertinggi) mereka satu-satunya. Hampir semua Kyai dari kalangan ahlus sunnah waljamaah terutama dari kalangan jami’iyah Nahdlotul Ulama kesawaban ilmu dan ajaranya. Maka jika orang mengitlakkan menyebutkan "Hadratus Syikh" tiada lain yg di maksud beliau.
Dalam proses penulisan risalah tsb Sayyid Muhammad Asad Syihab memerlukan tinggal beberapa lama di pesantren Tebuireng dan mengadakan beberapa kali wawancara baik dengan Hadratus Syaikh sendiri dan maupun dengan lainya. (Oleh KH Mustofa Bisri Rembang Jawa Tengah)
KH Maimun Zubair bercerita : Jika kita telusuri sejarahnya, diantara pondok pesantren di Indonesia ini ada saling kait-mengait. Dari situ kita bisa mengetahui bahwa Allah swt itu ternyata mempunyai mahluq “ZAMAN”. Jadi yg dimaksud dari maqolah “Al insan Abnau Zaman” adalah, Allah swt itu menciptakan “ZAMAN” bagi orang yg baik2. Dan kebaikan “ZAMAN” ini harus diketahui oleh kita.
Pada zaman Mbah Hasyim Asy’ari, orang gak bakalan bisa menjadi kyai besar tanpa adanya Mbah Hasyim Asy’ari. Satu contoh di daerah Lasem, disana itu Kyainya besar-besar, ada :
1. Mbah Kyai Masduki
2. Mbah Kyai Kholil Harun
3. Mbah Kyai Ma’shum
4. Mbah Kyai Baidhowi malah paling alim.
Dari empat Kyai itu yg paling erat hubungannya dgn Kyai Hasyim Asy’ari adalah MbahKyai Ma’shum. Maka tidak heran jika beliau santrinya paling banyak. Tidak ada dalam sejarahnya, pondok pesantren yg diasuh Mbah Kyai Baidhowi Lasem itu santrinya banyak, paling pool hanya خمسين (50), dikarenakan hal itu memang sudah wayahe (waktunya), itu menurut saya, jelas Syikhul Islam Nusntara ini lebih lanjut.
Jadi waktu itu yg menjadi “ابناءالزمان“ nya adalah Mbah Kyai Hasyim Asy’ari. Pondok yang ada di Sarang juga begitu, seumpama Mbah saya (KH Ahmad bin Syuaib) tidak ngaji ke Mbah Hasyim Asy’ari, yah habis pondok Sarang. Begitu juga pondok Lirboyo, jika Mbah Kyai Manaf tidak mondok ke Tebuireng yah habis santrinya. Pengasuh pondok Ploso (KH Jazuli Usman), pondok Rejoso Peterongan, pondok Buntet Cirebon juga mengaji pada Mbah Kyai Hasyim Asy’ari. Lha sekarang Abna’ az-Zaman itu berada dimana?? Wallohu A’lam, saya sendiri tidak tahu, kata Syaikhul Islam menutup ceritanya.
Boleh jadi memang, pada zaman Hadhrotus Syaikh Hasyim Asy’ari ada Ulama ataupun Kyai yang lebih alim atupun lebih besar dan banyak keramatnya dibanding Hadhrotus Syaikh, akan tetapi hampir semua mata dan telinga Masyarakat maupun segenap para Ulama pada masa itu selalu tertuju pada dawuh, sikap, kebijakan, dan apa saja yg dilakukan Hadhrotus Syaikh, karena beliaulah “SANG ANAK EMAS ZAMAN” dimasanya. Wallohu A’lam. (Sumber : Buku Pesantren Lirboyo Kediri)
Wallohu A’lam Bi Shawab
Catatan : (Kisah Kyai Hasyim dan Nabi Khidir ini sumber penulis dapatkan langsung dari Haji Qohar Rambipuji-Jember, beliau sendiri mendengarkan langsung langsung dari gurunya Almarhum KH. Ali Wafa/KH. Abdul Aziz (Pendiri Pesantren Al Wafa) Tempurejo Jember. Menurut KH. Ali Wafa/KH. Abdul Aziz cerita tersebut pernah di ceritakan oleh Mbah Kyai Kholil kepada santri2nya di Bangkalan dan Mbah Kyai Kholil juga membenarkan Kisah tersebut. (KH. Ali Wafa sendiri merupakan teman dari KH. Hasyim Asy’ari yg sama2 santri dari Mbah Kyai Kholil Bangkalan)
0 Comments